07 Februari 2009

iya, aku disini

"dah dimana?"

"di depan pintu 2, kamu?"

"di pintu keluar."

"kalo sama-sama di pintu keluar, kenapa gak ketemu?"

"ya sudah, tunggu saja disitu."

Sosok pria gondrong dengan rokok di sela jemarinya mendekat. Dari jauh senyumnya tlah mengembang. Akupun melangkah mantap berjalan bersisian. Degup jantungnya berdetak kencang sekali hingga bisa kudengar dengan jelas. Mungkin itu jua yang membuatnya harus merokok. Dapat jelas kulihat betapa keras ia berusaha menghilangkan rasa canggung yang mengungkungnya. 

Geli rasanya mengenang kala itu, harusnya ia juga tahu jantungku berdetak sekencang jantungnya. Hanya saja aku lebih bisa mengatur irama dan dentangnya agar kau tak  mendengarnya. 


Lima hari kau tinggal. Lima hari penuh kau tanam bunga di taman di sekitar rumahku. Entah dari mana kau dapatkan bibitnya. Mungkin kau membawanya dari rumah sebelum datang kemari. Aku senang melihatnya tertiup angin berayun-ayun melambai. Bisikannya mengajakku bernyanyi. Dendangnya mengalun bersama daun-daun. Kau tak memaksaku merawatnya, tak jua memintaku menjaganya dari tangan-tangan usil. Kau bahkan merelakan jika mereka rusak dimakan belalang.

Kau tinggalkan taman bunga yang masih basah tanahnya. Dapat kulihat kecemasan bergantung di matamu. Dapat kulihat keraguanmu padaku. Meski sebelum-sebelumnya kau katakan tak mengapa bila taman yang buat ternyata tak seperti yang kuingini, kau bilang aku boleh mengubahnya atau meminta orang lain menggantinya. Aku hanya tersenyum tenang. hanya kukatakan, "Semua akan baik-baik, kak."

Tapi tentu saja kau bisa mengandalkanku. Tiap pagi dan sore aku menyiramnya. Ada beberapa yang mati tapi lebih banyak yang bersemi. Bungamu masih ada, kak. Tak sia-sia kau tebarkan benihnya. Tak percuma kau menunggunya siang malam selama lima hari. Aku tahu, jauh-jauh kau datang hanya untuk meletakkan benih-benih kesayanganmu itu di tamanku. Kau bisa mengandalkanku, kak. Tak perlu kau resah gelisah menanyakannya tiap hari. Jika ku bisa menunjukkannya padamu, hendakkah kau lekas-lekas datang kemari? Hanya untuk duduk bersama di sampingku, melihatnya bermekaran di sepanjang hari? Tentu tidak secepat itu kau akan datang, bukan?

"Jangan tergesa-gesa," kataku. "Iya, dik. Tapi aku khawatir bunga-bungaku layu. Aku khawatir kamu lupa menyiramnya." Nampaknya hawa laut telah mengubahmu, kak. Percayalah dengan alam. Percayalah dengan pemilik alam, Ia juga yang menjaganya bersamaku. Ia juga yang menggerakkan jemariku kala bungamu mengering dan siap bersemai kembali. 

Suatu saat, ketika segala urusanmu lebih tertuntaskan, ketika kau siap datang dan melihat kebun bungamu, insyaAllah kau kan melihatnya subur berbaur bersama bunga-bunga milik ibuku. Saat itu kita siap memetik hasilnya. Hasil kesabaranmu dan kesabaranku. Tiupkan saja untaian-untaian doa agar aku sehat senantiasa, agar ku dapat slalu merawatnya. Usah engkau mencariku kesana-kemari, karena di tiap pandangan matamu kan kau dengar aku berkata, "Iya, aku disini. Bungamu masih indah bersemi."
Baca Selengkapnya..